Berita  

Bawaslu Tana Toraja Identifikasi 2 Potensi Pelanggaran, KPU: Sudah Sesuai Regulasi

Ketua Bawaslu Tana Toraja, Elis Bua Mangesa, bersama Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat dan Humas (HPPH) Bawaslu Kabupaten Tana Toraja, Theofilus Lias Limongan saat rapat pleno penetapan DPS, di Aula Hotel Pantan Makale, Sabtu (10/8/24).

Tana Toraja, Timurterkini.com — Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Tana Toraja identifikasi dua potensi kerawanan pelanggaran.

Hal itu dilakukan usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tana Toraja menetapkan Daftar Pemilih Sementara (DPS) pada rapat pleno terbuka Rekapitulasi DPS Pemilihan Serentak 2024 di Aula Hotel Pantan Makale, Sabtu (10/8/24).

Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat dan Humas (HPPH) Bawaslu Kabupaten Tana Toraja, Theofilus Lias Limongan mengatakan terdapat dua potensi pelanggaran pasca penetapan DPS.

“Pertama terdapat sebanyak 801 Pemilih yang berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu dan jajarannya di lapangan bahwa pemilih tersebut seharusnya memiliki hak pilih karena telah dicoklit yang dibuktikan dengan kepemilikan dokumen kependudukan. Namun nyatanya ditangguhkan tidak masuk dalam DPS,” terangnya.

Theo menjelaskan, berdasarkan hasil analisis laporan hasil pengawasan, pemilih ditangguhkan terjadi karena berdasarkan data pada Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Setelah disinkron dengan Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH) KPU terdapat Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak aktif, dan data kependudukannya dinyatakan tidak ditemukan di aplikasi SIAK.

Lanjutnya Theo, sementara berdasarkan PKPU 7, Keputusan KPU nomor 799 dan Surat Edaran KPU nomor 27 tahun 2024 tidak ada yang mengatur adanya kategori Pemilih ditangguhkan. Dan berdasarkan pasal 13 PKPU 7 tahun 2024 tentang prosedur pemutakhiran data dilakukan dengan pencocokan KTP, KK, Biodata Kependudukan atau IKD.

“Dan ketika itu terpenuhi maka tidak ada alasan untuk tidak mendaftarkan sebagai pemilih,” sebutnya.

Theo menegaskan, bahwa menghilangkan hak pilih seseorang dipidana penjara paling singkat 12 bulan dan paling lama 24 bulan serta denda minimal 12 juta dan maksimal 24 juta, berdasarkan pasal 178 UU 10 tahun 2016.